Jumat, 28 Desember 2018

Regulasi Zakat Secara Singkat


Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaan melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Kamudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Zakat. Dapat dikatakan bahwa, sejarah tentang regulasi zakat di Indonesia diwarnai dengan pergulatan yang sangat panjang, serta tarik ulur antara kepentingan Islamis politik dan kepentingan Islamis kultural dan bahkan kepentingan kolonial penjajah dalam upaya mengatur undang-undang zakat. Hal itu dimulai dari zaman kolonial penjajah, dengan adanya Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi tentang kebijakan Pemerintah Kolonial mengenai zakat, sebuah aturan yang terkesan berupaya mengatur tentang sistem administrasi zakat, akuntabilitas laporanya. Kemudian dikeluarkan Bijblad Nomor 6200 yang berisi tentang  pelarangan bagi seorang pegawai dan priyayi pribumi untuk membantu pelaksanaan zakat.
Selanjutnya adalah era pasca-penjajahan, dalam hal ini  perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat semakin meningkat  pada tahun 1968. Yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968, masing-masing. Tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota, namun demikian keputusan ini diikuti oleh keputusan Menteri Agama baru yang berisi tentang penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 5/1968. Setelah melalui proses dan perdebatan panjang, RUU tentang Pengelolaan zakat disahkan oleh DPR dan Pemerintah menjadi undang-undang di Jakarta pada tanggal 25  November 2011 dan masuk menjadi lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 115. Terwujudnya UU Zakat ini berasaskan syariat Islam; amanah; kemanfaatan; keadilan; kepastian hukum; terintegrasi; dan akuntabilitas.
Kemunculan UU zakat ini dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, hal tersebut tercemin dari tujuan pengelolaan zakat dalam UU. Dalam UU juga terbahas beberapa catatan mengenahi ruang lingkup dan komoditas yang harus dizakati dan beberapa aktifitas ekonomi yang mengharuskan pelakunya untuk mengeluarkan, hal tersebut tercermin dalam pasal 4 (empat), walaupun keterangan lebih lanjut atau teknis operasionalnya akan diatur peraturan pemerintah dan peraturan menteri agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar